Sabtu, 30 April 2011

Sasaran Dalam Konservasi

Sasaran dalam konservasi, yaitu :

- mengembalikan wajah dari obyek pelestarian,

- memanfaatkan obyek pelestarian untuk menunjang kehidupan masa kini,

-mengarahkan perkembangan masa ini yang diselaraskan dengan perencanaan masa lalu, tercermin dalam

obyek pelestarian,

- menampilkan sejarah pertumbuhan lingkungan kota, dalam wujud fisik tiga dimensi

Tugas :

Buat sebuah kajian/tulisan mengenai sasaran tersebut dengan studi kasus bangunan lama atau sebuah kawasan kota lama?


STUDI KASUS:

KAWASAN KOTA TUA, JAKARTA

Kota Tua Jakarta, dikenal juga dengan sebutan Batavia Lama (Oud Batavia), merupakan salah satu wilayah yang menjadi kawasan cagar budaya di Jakarta. Kawasan ini memiliki luas 1,3 km2.

Dahulunya kawasan ini merupakan kawasan yang berhadapan dengan Pantai Jakarta. Pada Abad ke-16, kawasan ini merupakan pelabuhan yang disebut Sunda Kelapa. Sejak kehadiran pasukan Fatahillah (1527), nama Sunda Kelapa berubah menjadi Jayakarta. Pada tahun 1619, Kota Jayakarta diruntuhkan oleh Belanda akibat konflik perang, kemudian Belanda mendirikan Kota Batavia, pada bekas Kota Jayakarta tersebut satu tahun kemudian.

Peta Batavia tahun 1740

(Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Tua_Jakarta)

Peta Batavia

(Sumber : http://kotatua-jakarta.blogspot.com/2010/01/visi-dan-misi-kotatua-jakarta.html)

Kota Batavia yang selesai dibangun pada tahun 1650, dirancang dengan gaya Belanda-Eropa lengkap dengan benteng (Kasteel Batavia), dinding kota, dan kanal. Struktur kota dibagi menjadi beberapa blok yang dipisahkan oleh kanal. Kanal-kanal diisi karena munculnya wabah tropis di dalam dinding kota karena sanitasi buruk.

Batavia kemudian menjadi kantor pusat VOC di Hindia, Kantor Pusat Administrasi Hindia Timur.

Pada tahun 1972, Gubernur Jakarta saat itu, Ali Sadikin, mengeluarkan dekrit resmi yang menjadikan Kota Tua sebagai situs warisan. Keputusan ini ditujukan untuk melindungi sejarah arsitektur kota (Jakarta) - atau bangunan yang masih tersisa di sana. Dekrit ini sebelumnya sempat terabaikan, hingga akhirnya bersambut dan terdapat pada Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 34 Tahun 2006, yang menetapkan bahwa penguasaan perencanaan dalam rangka penataan (revitalisasi) Kawasan Kota Tua seluas 846 Ha. Dan juga Pemprov DKI Jakarta menetapkan Kawasan Kota Tua sebagai kawasan bersejarah yang harus dilindungi, ditata kembali, dan dikembangkan.

Program Revitalisasi Kawasan Kota Tua Jakarta menyangkut elemen-eleman tata ruang kota mulai dari :

- Peruntukan dan aktivitas penunjang kawasan

  • Peruntukan yang dominan adalah perkantoran, jasa perdagangan, dan pergudangan.
  • Aktivitas yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan nilai ekonomi kawasan adalah aktivitas rekreasi budaya.
  • Berdasarkan potensi kawasan, diarahkan menjadi kawasan wisata dan kawasan perekonomian kota (campuran perdagangan dan perkantoran) dengan pemanfaatan secara overlap.

- Tata Bangunan

  • Untuk penataan bangunan pada Kawasan Kota Tua berdasarkan Klasifikasi Pemugaran yang telah digariskan oleh Pemda DKI, yaitu Peningkatan intensitas bangunan direncanakan, KDB = 48%, KLB = 1,9. Perhitungan KDB dan KLB disesuaikan dengan fungsi dan kegiatan pada bangunan.

- Ruang Terbuka (Open Space)

  • Taman Stasiun Kota (depan Bank Bumi Daya), sebagai ruang penerima terbuka (welcoming space) di Jakarta Kota.
  • Taman Fatahillah, diarahkan sebagai Ruang Terbuka Budaya.
  • Diusulkan untuk mengembangkan palaza-plaza di dalam atau di belakang bangunan (pola courtyard) yang dihubungkan dengan jalan raya melalui jalan tembus atau lorong (passage) di lantai dasar bangunan.

- Sirkulasi dan Parkir

  • Meliputi sirkulasi kendaraan dan pejalan kaki, yaitu penentuan jalur kendaraan satu dan dua arah, serta jalur pejalan kaki berupa trotoar (side walk), arcade/kolonade, atau passage.
  • Mengingat konsep awal kawasan sebagai kawasan wisata budaya, maka pada bagian-bagian kawasan tertentu diarahkan menjadi full-pedestrian mall atau semi-pedestrian mall.

Untuk Pekerjaan fisik revitalisasi yang dilaksanakan, diutamakan pada penataan infrastruktur Kota Tua yang sekarang ini merupakan tuntutan pembenahan agar dapat menumbuhkan kembali kepercayaan investor. Pekerjaan tersebut adalah mengubah Taman Fatahillah menjadi plaza yang dapat berhubungan langsung dengan pembatas jalan sehingga batas tersebut tidak ada lagi karena menjadi pedestrian. Pedestrianisasi ini nantinya akan menghubungkan antara Kota Tua dengan halte busway di Taman Beos.


Berikut ini beberapa gambar bangunan yang telah dipugar pada Kawasan Kota Tua.

dari kiri-kanan: Toko Merah, Kali Besar, Kafe Batavia

(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

dari kiri-kanan : Museum Fatahillah, Kantor (atau Museum?) Pos Indonesia.




http://kotatua-jakarta.blogspot.com/2010/01/visi-dan-misi-kotatua-jakarta.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Tua_Jakarta

http://ocw.gunadarma.ac.id/course/civil-and-planning-engineering/study-program-of-architectural-engineering-s1/konservasi-arsitektur/studi-kasus-revitalisasi-kota-tua-jakarta

Bangunan Cagar Budaya Menurut Golongannya

UU No. 5 Tahun 1992, menetapkan mengenai ketentuan umum mengenai Benda Cagar Budaya, Situs dan Lingkungan Cagar Budaya. Tujuan pelestarian: melindungi dan memanfaatkan benda cagar budaya untuk memajukan kebudayaan nasional Indonesia, juga ditetapkan pada UU tersebut.

Salah satu penetapan kebijakan dari UU No. 5 Tahun 1992, terdapat juga pada Perda No. 9 Tahun 1999 tentang Pelestarian dan Pemanfaatan Lingkungan Cagar Budaya (yang terbaru dalam Perda No. 5 Tahun 2005). Dalam Perda tersebut terdapat golongan bangunan cagar budaya dari segi arsitektur maupun sejarahnya. Golongan tersebut, yaitu :
  • Pemugaran Bangunan Cagar Budaya Golongan A
  • Pemugaran Bangunan Cagar Budaya Golongan B
  • Pemugaran Bangunan Cagar Budaya Golongan C

Pemugaran Bangunan Cagar Budaya Golongan A
  1. Bangunan dilarang dibongkar dan atau diubah.
  2. Apabila kondisi fisik bangunan buruk, roboh, terbakar, atau tidak layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula, sesuai dengan aslinya.
  3. Pemeliharaan dan perawatan bangunan harus menggunakan bahan yang sama/sejenis, atau memiliki karakter yang sama, dengan mempertahankan detail ornamen bangunan yang telah ada.
  4. Dalam upaya revitalisasi dimungkinkan adanya penyesuaian/perubahan fungsi sesuai rencana kota yang berlaku tanpa mengubah bentuk bangunan aslinya.
  5. Di dalam persil atau lahan bangunan cagar budaya dimungkinkan adanya bangunan tambahan yang menjadi satu kesatuan yang utuh dengan bangunan utama.
Studi/Contoh Pemugaran Bangunan Cagar Budaya Golongan A
Candi Prambanan
Pemugaran Candi Prambanan

Salah satu warisan dunia Candi Prambanan, kini dipugar kembali, terutam sejak diterpa gempa pada tahun 2006. Pemugaran bertujuan untuk mengembalikan keaslian bentuk cagar budaya dan memperkuat strukturnya yang dipertanggungjawabkan dari segi sejarah, arkeologis dan teknis upaya pelestarian benda.


Pemugaran Bangunan Cagar Budaya Golongan B
  1. Bangunan dilarang dibongkar secara sengaja, dan apabila kondisi fisik bangunan buruk, roboh, terbakar, atau tidak layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula, sesuai dengan aslinya.
  2. Pemeliharaan dan perawatan bangunan harus dilakukan tanpa mengubah pola tampak depan, atap, dan warna, serta dengan mempertahankan detail dan ornamen bangunan yang penting.
  3. Dalam upaya rehabilitasi dan revitalisasi dimungkinkan adanya perubahan tata ruang dalam asalkan tidak mengubah struktur utama bangunan.
  4. Di dalam persil atau lahan bangunan cagar budaya dimungkinkan adanya bangunan tambahan yang menjadi satu kesatuan yang utuh dengan bangunan utama.
Studi/Contoh Pemugaran Bangunan Cagar Budaya Tipe B
House of Sampoerna

House of Sampoerna terletak di Surabaya Lama, tepatnya di Jl. Taman Sampoerna No. 6, Surabaya. House of Sampoerna merupakan komplek bangunan megah bergaya kolonial Belanda yang dibangun pada tahun 1862. Saat ini komplek bangunan tersebut menjadi situs budaya yang dilestarikan.
Pada awal pendiriannya berfungsi sebagai panti asuhan putra yang dikelola oleh pemerintah Belanda, kemudian dibeli pada tahun 1932 oleh Liem Seeng Tee, pendiri Sampoerna.
House of Sampoerna saat ini difungsikan sebagai museum perusahaan rokok yang didalamnya menyajikan cerita tentang keluarga pendiri Sampoerna, ada juga fasilitas untuk secara lebih dekat melihat produksi rokok linting tangan, dan juga menyajikan sebuah pengalaman melinting rokok kretek dengan menggunakan alat tradisional. Selain itu, komplek ini juga difungsikan sebagai kafe, art gallery, kios.

Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada alamat berikut:


Pemugaran Bangunan Cagar Budaya Golongan C
  1. Pemugaran bangunan dapat dilakukan dengan tetap mempertahankan pola tampak muka, arsitektur utama dan bentuk atap bangunan.
  2. Detail ornamen dan bahan bangunan disesuaikan dengan arsitektur bangunan disekitarnya dalam keserasian lingkungan.
  3. Penambahan bangunan di dalam perpetakan atau persil hanya dapat dilakukan di belakang bangunan cagar budaya yang harus sesuai dengan arsitektur bangunan cagar budaya dalam keserasian lingkungan.
  4. Fungsi bangunan dapat diubah sesuai dengan rencana kota.
Studi/Contoh Pemugaran Bangunan Cagar Budaya Golongan C
Bangunan Langgam Cina (Jl. K.H. Mas Mansyur No. 258-264)
dari kiri-kanan: bangunan 258-260, bangunan 262-264(menjadi cagar budaya).

Dibangun pada abad 18-19, Arsitektur Langgam Cina.
Bangunan di sepanjang Jln. K. H. Mas Mansyur dibangun pada tahun 175o-an oleh orang-orang Cina yang datang ke Batavia dengan profesi sebagai pedagang dan menetap di wilayah tersebut secara turun-temurun. Setelah terjadi peristiwa pemberontakan Cina pada tahun 1740-1741 di Batavia, maka penguasa VOC mengubah sikap mereka dengan memberi hak istimewa bagi masyarkat Cina Batavia untuk membangun permukimannya dengan segala bentuk kebudayaannya sekitar tahun 1750-an. Bangunan memperlihatkan eksistensi masyarkat Cina di Batavia. Kondisi bangunan saat ini, bagian lantai dasar telah banyak berubah, tetapi bagian atap dan beberapa fasade bagian atas masih asli dan beberapa lainnya direkonstruksi. Bangunan ini merupakan langgam Cina dalam kelompok bangunan nomor genap.







Sumber:

Kamis, 28 April 2011

Belajar Fotografi (Part 3...)

Masih dengan judul belajar fotografi, karena sampe sekarang juga saya masih dalam tahap belajar, dan masih belom bisa-bisa kayaknya. Ckckck... T.T

Sebenarnya banyak sih, foto-foto saya selama satu semester belajar fotografi, dari yang foto narsis sampe yang foto tugas. hahaha... :D

Tapi kali ini, foto-foto yang saya posting di luar tugas kuliah, tapi udah kenal fotografi. Sebenarnya sih, masih kurang banget pengetahuan soal fotografi, walaupun saya cukup tertarik. Makanya, di postingan kali ini, hasil foto-foto saya yang saya anggap lumayan untuk ditampilkan. Lumayan lah buat portofolio pribadi, hehe. :")

Di sini, saya tampilin 5 foto dulu, sisanya nyusul. Jenis kamera: Canon Ixus (seri sekian-sekian..haha..)

Foto 1
Foto yang ini, diambil di Cibalung Happy Land. Objeknya jelas, gede banget itu, CAPUNG. Waktu lagi sarapan, deket sungai ada capung nangkring di situ. Iseng-iseng, Jepret! Kena deh. Di zoom sampe yang paling gede (5x optical zoom, kalo nggak salah), biasanya sih kalo di zoom gitu gerak dikit langsung goyang gambarnya, apalagi kalo ngambil tangan saya suka gemeteran. Untungnya nggak kabur gambarnya, en capungnya juga (Udah pasang pose juga ali capungnya, biar bisa difoto, hahahaha...).


Foto 2
Foto yang ini saya lupa diambilnya pas mau pulang atau pasa sampe di salah satu wisma/villa(?) di Puncak. Yang pasti abis dari Cibalung Happy Land, terus ke sini, liburan keluarga (hahaha...). Suka aja saya ngeliat sepasang pohon cemara besar ini, kayak saling menyokong gitu deh. *ngelantur


Foto 3
Foto dengan objek kepiting ini, diambil waktu perjalanan pulang dari mudik lebaran tahun 2010. Tempatnya di Pantai Sanur, Bali. Di batu-batunya kan banyak kepiting kecil-kecil tuh, dan kebetulan nyokap sama si nindy ketemu sama kepiting yang masih hidup, ditunjukin dan saya jepret, deh. Kayak gini jadinya.


Foto 4
Foto yang ini masih satu perjalanan sama foto yang di atas, sama-sama waktu pulang dari mudik. Tapi saya lupa ini dimana, seinget saya ini waktu lagi mau merapat ke salah satu pelabuhan (nggak tahu pelabuhan Sumbawa-Lombok atau Lombok-Sumbawa, Bali-Surabaya atau Surabaya Bali).


Foto 5
Foto yang ini, menjelang pagi, masih satu perjalanan juga. Mudik Jakarta-(mampir) Bali-Lombok-Bima. Kalau yang ini, kalau nggak salah inget, waktu perjalanan dari Lombok ke Bima. Soalnya habis sahur, langsung berangkat. Jadi diperjalanan masiih bisa melihat sunrise. :)
Saya suka melihat peraduan warnanya. :)

Minggu, 24 April 2011

Kriteria Konservasi Arsitektur

Kriteria konservasi, terdiri dari:

Estetika
Penilaian estetika suatu bangunan tergantung dari perasaan, pikiran, pengaruh lingkungan, dan norma yang bekerja pada diri pengamat. Estetika suatu bangunan biasanya berkaitan erat dengan bagaimana penampilan bangunan itu sendiri secara fisik.

Kejamakan
Kejamakan suatu bangunan dinilai dari seberapa jauh karya arsitektur tersebut mewakili suatu raga atau jenis khusus yang spesifik, mewakili kurun waktu sekurang-kurangnya 50 tahun. Dalam hal ini ragam/langgam spesifik yang ada pada arsitektur bangunan-bangunan bersejarah (Ellisa, 1996).

Kelangkaan
Kriteria kelangkaan menyangkut jumlah dari jenis bangunan peninggalan sejarah dari langgam tertentu. Tolak ukur kelangkaan yang digunakan adalah bangunan dengan langgam arsitetur yang masih asli yang sesuai dengan asalnya. Yang termasuk kategori langgam arsitektur yang masih asli (Ellisa, 1996).

Contohnya : Langgam arsitektur klasik/kolonial (neoklasik, art deco, art nouvo, gothic, renaissance), langgam arsitektur Cina, langgam arsitektur Melayu, langgam arsitektur India, langgam arsitektur Malaka (Melayu-Cina), langgam arsitektur Islam.

Keistimewaan
Tolak ukur yang digunakan untuk menilai keistimewaan/keluarbiasaan suatu bangunan, yaitu bangunan yang memiliki sifat keistimewaan tertentu sehingga memberikan kesan monumental, atau merupakan bangunan yang pertama didirikan untuk fungsi tertentu (misalnya Masjid pertama, Gereja pertama, Sekolah pertama, dll).

Kesan monumental pada bangunan juga dapat memberikan keistimewaan sendiri. Kesan monumental itu sendiri tentunya dinilai dari skala monumental yang ada pada suatu bangunan. Skala monumental memiliki pengertian sebagai suatu skala ruang yang besar dengan suatu obyeknya yang mempunyai nilai tertentu, sehingga manusia akan merasakan keagungan dalam ruangan. Dengan melihat bangunan yang memilii skala monumental diharpkan pengamat akan merasa terkesan.

Peranan sejarah
Tolak ukur yang digunakan untuk menilai bangunan yang memiliki peranan sejarah, yaitu:
-Bangunan atau lokasi yang berhubungan dengan masa lalu kota dan bangsa, merupakan suatu peristiwa sejarah, baik sejarah tersebut merupakan sejarah Kota Bandung, sejarah Nasional, maupun sejarah perkembangan suatu kota.
-Bangunan atau lokasi yang berhubungan dengan orang terkenal atau tokoh penting.
-Bangunan hasil pekerjaan seorang arsitek tertentu, dalam hal ini arsitek yang berperan dalam perkembangan arsitektur di Indonesia pada masa Kolonial.

Memperkuat kawasan
Tolak ukur yang digunakan adalah bangunan yang menjadi landmark bagi lingkungannya, dimana kehadiran bangunan tersebut dapat meningkatkan mutu/kualitas dan citra lingkungan sekitarnya.
Beberapa keadaan yang dapat memudahkan pengenalan terhadap suatu bangunan sehingga dapat menjadi ciri dari suatu landmark antara lain adalah (Lynch, 1992 : 79-83) :
- Bangunan yang terletak disuatu tempat yang strategis dari segi visual, yaitu di persimpangan jalan utama atau pada posisi “tusuk sate” dari suatu pertigaan jalan.
- Bentuknya istimewa karena besarnya, panjangnya, ketinggiannya, atau karena keunikan bentuk.
- Jenis penggunaannya, semakin banyak orang yang menggunakannya maka akan semakin mudah pula pengenalan terhadapnya.
- Sejarah perkembangannya yaitu semakin besar peristiwa sejarah yang terkait terhadapnya maka semakin mudah pula pengenalan terhadapnya.


Menurut Catanese (dalam Pontoh, 1992: 36), kriteria yang perlu diperhatikan dalam menentukan obyek pelestarian mencakup :

1. Estetika : berkaitan dengan nilai arsitektural, meliputi bentuk, gaya, struktur, tata kota, mewakili prestasi khusus atau gaya sejarah tertentu.

2. Kejamakan : obyek yang akan dilestarikan mewakili kelas dan jenis khusus. Tolak ukur kejamakan ditentukan oleh bentuk suatu ragam atau jenis khusus yang spesifik.

3. Kelangkaan : kelangkaan suatu jenis karya yang merupakan sisa warisan peninggalan terakhir dari gaya tertentu yang mewakili jamannya dan tidak dimiliki daerah lain.

4. Keluarbiasaan : suatu obyek konservasi yang memiliki bentuk menonjol, tinggi dan besar. Keistimewan memberi tanda atau ciri kawasan tertentu.

5. Peranan sejarah : lingkungan kota atau bangunan yang memiliki nilai sejarah, suatu peristiwa yang mencatat peran ikatan simbolis suatu rangkaian sejarah, dan babak perkembangan suatu kota.

6. Memperkuat kawasan : kehadiran suatu obyek atau karya akan mempengaruhi kawasan-kawasan sekitarnya dan bermakna untuk meningkatkan mutu dan citra lingkungannya.


Nah, jika dilihat dari kriteria-kriteria tersebut. Mungkin banyak bangunan (bersejarah) di Indonesia yang memenuhi kriteria di atas. Namun, ketika membaca dan sambil mengetik mengenai kriteria tersebut, ada satu bangunan yang langsung terpikirkan oleh saya, yang mungkin bisa mewakili sebagian besar kriteria di atas. Bangunan tersebut adalah Candi Borobudur.

Kenapa Candi Borobudur? Kenapa tidak candi lainnya, seperti Candi Prambanan atau candi-candi lainnya yang juga sama terkenalnya dengan Candi Borobudur?
Alasannya sih, permasalahan pribadi. Karena saya baru pernah ke Candi Borobudur, jadi lebih bisa menggambarkan dalam bahasa saya. (Hehehe...)

Candi Borobudur, seperti yang telah diketahui, merupakan salah satu candi bahkan Candi terbesar di Indonesia. Namun, saya tidak akan membahas sejarahnya di sini. Saya akan mencoba membahas Candi Borobudur ini, berdasarkan dari kriteria yang telah disebutkan di atas.

Estetika. Pandangan dalam estetika lebih subyektif, jadi mungkin apa yang saya pribadi lihat mengenai ke-estetika-an dari Candi Borobudur. Secara pribadi, melihat Candi Borobudur secara langsung, wow...keren! Yah, merasa kagum sama bangsa kita jaman dulu, bisa membuat bangunan seperti itu. Besar, dengan ukiran cerita di setiap tingkatannya.

Kejamakan. Kalau yang ini, mungkin lebih kesejarahnya, ya. Candi Borobudur merupakan bangunan yang menjadi tempat peribadatan umat Budha pada masanya, sekarang pun masih digunakan untuk melakukan upacara besar keagamaan (Contoh: Waisak). Memiliki langgam berupa ukiran/relief yang menceritakan tentang Sutra Budha atau ajaran Budha. Biasanya relief seperti ini dapat ditemukan pada candi-candi yang mungkin sejaman dengan candi Borobudur.

Kelangkaan. Kalau patokannya langka, Candi borobudur sendiri sudah langka. Tidak ada lagi sampai saat ini candi yang sama seperti Borobudur. Yang pasti Candi Borobudur mewakili jamannya, saat Kerajaan Hindu-Budha berjaya di Indonesia.

Keistimewaan. Kalau keistimewaan secara kasat mata sih, Candi Borobudur merupakan candi yang istimewa, dari ukurannya yang besar, reliefnya yang ada pada setiap tingkatannya, lama pembuatannya, wow..semua istimewa sepertinya..hahaha. Kalau dari kesan monumentalnya, terasa, apalagi untuk yang pertama kali ke sini, sepeti saya dulu saat melihat Candi Borobudur secara langsung. Ternyata lebih besar dari apa yang saya pikirkan waktu itu, hehe.

Peranan Sejarah. Candi Borobudur jelas bersejarah. Dengan ditemukannya candi ini, kita jadi mengetahui sejarah dari candi ini beserta kerajaan Hindu-Budha yang berjaya pada jaman pembuatan candi ini. Perkembangan sejarah dan kebudayaan pun juga dapat diketahui.

Memperkuat kawasan. Candi Borobudur jelas memperkuat kawasan disekitarnya, apalagi setelah dilakukan konservasi pada kawasannya. Dengan adanya candi Borobudur yang telah dilakukan konservasi dan pengembangan, kawasan disekitarnya pun ikut berkembang. Tentunya dengan zona yang telah disepakati. Pada candi ini terbagi dari zona I sampai zona V.





Sumber:

Peran Arsitek Dalam Pemeliharaan dan Pemugaran Bangunan Historis

Berdasarkan materi perkuliahan mengenai Konservasi Arsitektur mengenai peran arsitek dalam pemeliharaan dan pemugaran bangunan, peran tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu internal dan eksternal.

Secara internal peran arsitek, yaitu:
  1. Meningkatkan kesadaran di kalangan arsitek untuk mencintai dan mau memelihara warisan budaya berupa kawasan dan bangunan bersejarah atau bernilai arsitektur tinggi.
  2. Meningkatkan kemampuan serta penguasaan teknis terhadap jenis-jenis tindakan pemugaran kawasan atau bangunan, terutama teknik adaptive reuse.
  3. Melakukan penelitian serta dokumentasi atas kawasan atau bangunan yang perlu dilestarikan.
*Yang dimaksud dengan adaptive reuse, mungkin lebih diartikan menjadi suatu teknik yang digunakan sehingga dapat mengembalikan fungsi lama dari suatu bangunan atau kawasan tertentu (tentunya yang dipelihara atau dipugar) atau dengan membuat fungsi baru sehingga kawasan atau bangunan tersebut dapat digunakan kembali. Tentunya sesuai dengan kaidah atau etika yang berlaku.


Untuk peran arsitek secara eksternal, yaitu:
  1. Memberi masukan kepada Pemda mengenai kawasan-kawasan atau bangunan yang perlu dilestarikan dari segi arsitektur.
  2. Membantu Pemda dalam menyusun Rencana Tata Ruang untuk keperluan pengembangan kawasan yang dilindungi (Urban Design Guideline).
  3. Membantu Pemda dalam menentukan fungsi atau penggunaan baru bangunan-bangunan bersejarah atau bernilai arsitektural tinggi yang fungsinya sudah tidak sesuai lagi (misalnya bekas pabrik atau gudang) serta mengusulkan bentuk konservasi arsitekturalnya.
  4. Memberikan contoh-contoh keberhasilan proyek pemugaran yang dapat menumbuhkan keyakinan pengembang bahwa dengan mempertahankan identitas kawasan/bangunan bersejarah, pengembang akan lebih memberikan daya tarik yang pada gilirannya akan lebih mendatangkan keuntungan finansial.

Namun, menurut saya pribadi, tentunya peran arsitek tidak hanya berdiri sendiri dalam melakukan pemeliharaan dan pemugaran bangunan yang memiliki histori. Arsitek pasti akan dan harus bekerja sama dengan para ahli dalam bidang-bidang lainnya yang mendukung pemeliharaan dan pemugaran menjadi berjalan dengan baik. :)



Sumber:

Rabu, 20 April 2011

Candi Cetho

Candi Cetho terletak pada Dukuh Cetho, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Candi Cetho ini berada pada ketinggian sekitar 1.400 meter dpl.

Candi Cetho merupakan Candi Hindu peninggalan dari Kerajaan Majapahit, tepatnya akhir Kerajaan Majapahit, saat pemerintahan Prabu Brawijaya V atau Bhre Kertabumi. Fungsi candi ini tidak begitu berbeda dengan candi Hindu lainnya, yaitu sebagai tempat pemujaan kepada dewa. Sampai saat ini pun Candi Cetho masih tetap digunakan oleh penduduk sekitar sebagai tempat beribadah, karena mayoritas penduduk Dukuh Cetho merupakan penganut agama Hindu.

Candi Cetho yang merupakan peninggalan Kerajaan Majapahit, memiliki ciri yang banyak ditemui pada candi-candi di Jawa Timur, walaupun letaknya di Jawa Tengah. Salah satu cirinya, yaitu candi utama yang terletak di belakang yang menunjukkan kesakralan.

Saat ini, Candi Cetho yang menghadap ke arah Barat ini, terdiri dari 13 teras, dengan 9 teras diantaranya merupakan pemugaran dari penemuan candi dan teras sisanya merupakan hasil pemugaran yang baru dari candi Cetho tsb pada tahun 1976. Saat ditemukan, candi ini berarkeologi klasik, dengan 11 teras dimuka.

Candi yang memiliki 13 trap/undakan dan tersusun dari Barat ke Timur ini, memiliki gapura yang tinggi menjulang berbentuk Gapura Bentar, yang merupakan salah satu penambahan saat pemugaran dan menjadi salah satu daya tarik dari Candi Cetho.

Gapura Bentar yang ada pada area Candi Cetho

Selain itu, terdapat sebuah suobment yang memanjang di atas tanah yang menjadi ciri khas Candi Cetho, yang menggambarkan nafsu badaniah manusia (nafsu hewani) berbentuk phallus (alat kelamin laki-laki) yang memiliki panjang sekitar 2 meter dengan diapit 2 buah lambang kerajaan Majapahit yang menunjukkan masa pembuatan candi.


Pada candi ini juga terdapat relief pendek yang merupakan cuplikan kisah "Sudhamala". Kemudian dapat ditemui juga pendapa-pendapa yang digunakan saat ada upacara keagamaan, arca-arca, dan sebuah bangunan kubus yang berbentuk seperti Candi Sukuh.


Sayangnya, pemugaran yang sebelumnya telah dilakukan pada tahun 1976 pada Candi Cetho, mendapat kritikan dari para pakar arkeolog, karena dianggap tidak sesuai dan tidak mengikuti pola candi sehingga merusak kesejatian candi. Saat ini, Candi Cetho dikelola oleh Balai Pelestarian dan Peninggalan Purbakala (BP 3) Jawa Tengah dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kab. Karanganyar.



Sumber:
-berbagai sumber.
-Foto (Dokumentasi pribadi)

Selasa, 19 April 2011

Belajar Fotografi (Part 2...)

Berlanjut ke belajar fotografi part 2.

Saya lupa sebenarnya cerita tentang foto-foto pas dimasukkin buat dinilai. yang saya inget, fotonya diambil dari berbagai macam foto jepretan saya, dari berbagai tempat selama saya jalan-jalan, sebelum kenal sama mata kuliah Fotografi. hahahaha..... :D

Tapi yang ditampilin beberapa aja nih. Check it out!

Foto 1. Pura di Desa Panglipuran, Bali. Waktu ngambil fotonya, lagi ujan dan mau maghrib.


Foto 2. Hayooo...pasti tahu deh ini foto apa, kalo udah pernah ke sini. Yup, Pura di tanah Lot. Panaaaas banget waktu itu, padahal masih jam 9-an waktu situ kalo nggak salah.


Foto 3. Ini juga masih di Bali, masih di Desa Panglipuran. Saya suka sama warna dan tingkatannya. :)


Foto 4. Nah, kalo foto yang ini waktu di Bandung, di Ciwalk, waktu ngambilnya sama kayak foto yang di part 1. Saya suka aja sama bangunannya, kesan melengkungnya berasa aja. Hehehe...


Foto 5. Foto yang ini waktu lagi jalan-jalan ke Surabaya. Saya nggak tau pasti tempatnya dimana, tapi saya suka sama susunannya. Jadi, JEPREEET...! Padahal lagi di dalam mobil, untungnya nggak nge-blur banget. :)


Nah, yang di atas itu kan beberapa foto sebelom mengenal mata kuliah fotografi. Kalo yang di awah ini, udah kenal fotografi, tapi nggak ada ide buat ngambil foto yang bener, hehehe.

Foto 6. Saking bingungnya mau nge-jepret apa waktu disuruh tugas motoin interior ato sejenisnya. Alhasil, lampu di salah satu villa (ato wisma?) di Puncak, jadi korban jepretan. Ckckckck....


Foto 7. Kalo foto yang ini, bener-bener elemen interiornya, sang pot taneman beserta tanemannya pun jadi korban. Hahaha... Lokasi di Rg. Informasi Cibalung Happy Land. Sehari sebelum foto yang di Puncak.


Foto 8. Nah, yang ni beneran nggak ada ide mo foto apa lagi, sampe plafond dan rangka atap kamar villa pun juga jadi korban! Hahahahaha...


Okeeeh...part 2 segini dulu, kapan-kapan lanjut lagi. Beserta hasil jepretan walopun mata kuliah fotografinya udah selesai, lengkap dengan 'model sukarelawan'nya. Hahahaha...

Belajar Fotografi (Part 1...)

Mengenang jaman-jamannya semester 6 waktu belajar fotografi. Untungnya setelah belajar pake kamera manual untuk minggu awal, diijinkan untuk pake kamera digital.

Nahh..foto-foto saya di sini hampir semua atau malah semuanya pake kamera digital yang poket.

Ayo dilihat..!! Walau masih amatiran bangeeeeet..hehehe.. :)

Foto 1

Foto 2

Foto 3

Foto 4

Nah...seinget saya, foto di atas itu waktu tugas kedua ato ketiga gitu, di folder sih tugas ke-3 tulisannya.

Waktu itu, saking bingungnya sama foto yang harus saya pilih buat dimasukin nilai, saya masukin dalam 1 folder itu sampe 15 foto (hahahaha...). Padahal maksimal 5 foto, sampe sang Pak Dosen bilang laen kali maksimal 5 foto aja buat dimasukkin. Hehehe... :p

Dari 15 foto itu, saya pilih 4 yang sedikit mendingan buat diposting. Hasilnya ya yang di atas itu.

Foto 1. Itu sebenernya foto waktu saya lagi liburan bareng keluarga di Bandung, salah satu bangunan di Ciwalk. Karena bingung mau masukin foto apa waktu itu, saya masukin aja foto yang ini karena saya suka warnanya, haha...

Foto 2. Foto Batavia Cafe. Nah, foto yang ini nih udah mulai ngider-ngider, ke tempat favorit buat foto, Kota Tua Jakarta. Waktu itu dikomenin sama dosennya, lebih bagus kalau tempat AC nya nggak keliatan. hehehe....

Foto 3. Masih di Kota Tua, salah satu gedung yang ada di Kota Tua, bagian bawahnya dipakai jadi WC umum dan tempat solat.

Foto 4. Ini juga masih di Kota Tua. Salah satu tempet favorit buat saya foto, soalnya ada daun-daunnya gitu. Bagus aja, deh kalo menurut saya...hehehe. Nah, diantara ke 15 foto itu, seinget saya, foto ini yang dibilang sama Pak Dosen paling mendingan dibanding yang laen. Tapi nggak ngerti juga ngeliatnya dari segi apa. Hehehe...


Okeh...segini dulu yang part 1, nanti lanjut lagi dengan part berikutnya. hahaha... :D

Jumat, 15 April 2011

KONSERVASI ARSITEKTUR

Conservation mean all the process of looking after place so as to retain its cultural significant. It includes maintenance and may according to circumstance include preservation, restoration, reconstruction and adaptation, and will be commonly a combination of more than one these
(The Burra Charter for the Conservation of Place of Cultural Significance, 1981)

(Konservasi berati semua proses menjaga suatu tempat sehingga dapat mempertahankan kebudayaannya. Termasuk juga pemeliharaan dan pelestarian, restorasi, rekonstruksi, dan adaptasi, serta akan menjadi satu kombinas yang lebih dari itu.

Berdasarkan aspek desain perkotaan:
Konservasi harus memproteksi keberadaan lingkungan dan ruang kota yang merupakan tempat bangunan atau kawasan bersejarah dan juga aktivitasnya. (Shirvani, 1984)

Sasaran Konservasi :
  • Mengembalikan wajah dari obyek pelestaraian
  • Memanfaatkan obyek pelestarian untuk menunjang kehidupan masa kini
  • Mengarahkan perkembangan masa kini yang diselaraskan dengan perencanaan masa lalu, tercermin dalam obyek pelestarian
  • Menampilkan sejarah pertumbuhan lingkungan kota, dalam wujud fisik tiga dimensi
Kategori obyek pelestarian :
  • Lingkungan alami (Natural Area)
  • Kota dan desa (Town and Village)
  • Garis cakrawala dan koridor panjang (Skylines and View corridor)
  • Kawasan (Districts)
  • Wajah jalan (Street-scapes)
  • Bangunan (Buildings)
  • Benda dan Penggalan (Object and Fragments)
Manfaat pelestarian, menurut Eko Budihardjo :
  • Memperkaya pengalaman visual
  • Memberi suasana permanan yang menyegarkan
  • Memberi keamanan psikologis
  • Mewariskan arsitektur
  • Asset komersial dalam kegiatan wisata internasional



Sumber:

Kamis, 14 April 2011

Perbedaan Arsitektur Baroque dan Rococo

ARSITEKTUR BAROQUE DAN ARSITEKTUR ROCOCO

ARSITEKTUR BAROQUE

Istilah Barock berarti mutiara pelengkap yang bentuknya tidak teratur atau tidak simetri.

Pada masa akhir Aliran Renaissance, gaya–gaya yang ada telah berkembang menjadi berlebihan (Manneris) terutama pada bidang seni lukis. Barock berkembang antara tahun 1600 – 1760.

Masyarakat seni pada awal masa ini telah jenuh terhadap kenyataan-kenyataan yang ada, yang semuanya mengacu pada realistis yang sempurna. Mulailah dengan eksperimen baru dengan melebih-lebihkan pada lukisannya, sehingga tercipta bentuk yang tidak realistis dan terlalu berlebihan baik pada warna ataupun efek-efek yang terjadi.

Ekspresi semula yang pasrah dan simetri, berubah menjadi mencekam, gelisah, dengan pengunaan warna-warna yang kontras. Semua bidang seni terpengaruh demikian pula dengan arsitekturnya.

Pada akhir masa Renaissance, desain Barock ditandai dengan lengkungan lurus, ornamen berlebihan, ukuran yang besar dan mewah.

Keadaan sosial masyarakat

Pada masa tersebut, kesalehan diabaikan, sebaliknya uang menentukan segalanya. Dunia materi makin mantap, sedangkan spiritual makin tidak karuan. Sementara percetakan makin menyebarluaskan informasi, humanisme berkembang pesat.

Louis XIV, penguasa Perancis masa itu, mengundang seniman besar Barock Italia, Gianlorenzo Bernini untuk datang ke Perancis (tahun 1665). Adapun keperluannya adalah untuk memugar istana Louvre. Meski pada akhirnya kerjasama ini gagal dan kembali ke Italia, Bernini sempat membuat Patung dada Louis XIV.

Penolakan Louis ini merupakan tanda beralihnya keunggulan seni Eropa dari Roma ke Paris atau dari gaya Barock ke gaya Klasik.

Seni, Teknologi dan Arsitektur

Barock lahir dari Renissance dan Manneris. Bentuk dasar yang ada, mendorong pada suatu keselarasan yang baru, merupakan perpaduan antara beberapa aliran, mengakibatkan elemen strukturnya menjadi tersembunyi serta fungsinya menghilang dibalik keriangan.

Batas-batas antara seni menjadi kabur, arsitektur menjadi seni pahat, sedangkan seni pahat menjadi arsitektur. Adapun seni lukis mampu memberikan sumbangan bagi seluruh nilai-nilai persfektif yang begitu kaya sehingga tidak hanya berlaku sebagai dekorasi interior 2 dimensi saja.

Analisis Perbandingan

Jika dibandingkan dengan aliran sebelumnya (Renaissance), maka aliran Barock ini cenderung lebih dinamis sifatnya.

· Denah bagian sudut didelesaikan dengan bentuk lengkung atau melingkar.

· Pilar-pilar dibentuk berpilin / memutar.

· Ornamen membentuk 3 dimensi sehingga mencuat keluar.

· Banyak terdapat hiasan pahatan untuk menunjang eksterior dan interior.

· Pengunaan warna-warna cerah.

ARSITEKTUR ROCOCO

Arsitektur Rokoko merupakan langgam arsitektur terutama yang menekankan pada bagian interior dan seni dekoratif. Berlaku pada interior dan ornamentasi. Umumnya interior sangat ciamik, sementara eksterior cenderung biasa saja. Desain Rococo yang berkembang saat itu banyak dijumpai pada ornamen-ornemen pada ruang dalam atau ruang luarnya. Sedangkan polanya berupa hiasan daun bunga, pita serta karangan bunga.

Rokoko lebih kepada suatu bagian dari arsitektur barok akhir, ketimbang suatu langgam yang berdiri sendiri. Berkembang di Prancis sekitar 1700 hingga 1780, ekspresi yang ditonjolkan oleh Rokoko adalah langgam formal gedung pemerintahan masa transisional periode pencerahan. Arsitektur Rokoko memperhalus langgam abad 17 sebelumnya yang keras dan gagah menjadi langgam yang lebih elegan, khas selera abad 18.

Arsitektur Rococo merupakan perkembangan lanjut dari arsitektur Barok, di mana bentuk-bentuk yang digunakan masih belum berubah. Contohnya adalah pada kolom-kolom interior Le Camus, Colisee, Champs-Elysees di Paris. Contoh lain adalah gereja Karlskirche (arsitek: Johann Fischer von Erlach; ta-hun penggarapan 1715 to 1737). Disini, bangunan ditonjolkan dengan adanya dua menara kembar di sebelah kanan-kiri portico berkolom gaya hexa-style Korintian. Bentukan yang terjadi masih dapat dikategorikan sederhana, sedangkan bentukan-bentukan lengkung yang terjadi hanyalah sebagai identitas gaya ber-cirikan Barok-Rococo yang dipakainya. Bangunan Christ Church (arsitek Nicholas Hawksmoor; tahun pengerjaan 1715-1729) berbentuk pukal (massa) geometrik dan balok yang bersahaja, dengan portico beratap lengkung yang bercirikan Georgian yang tercampur dengan gaya khas Barok.

Kata Rokoko kemungkinan berasal dari kata Bahasa Prancis, rocaille dan coquille (karang dan kerang), bentuk alami yang populer di Italia masa barok, khususnya pada dekorasi interior maupun taman. Dari cakupan yang kecil tersebut, kata rokoko perlahan mulai banyak dikenal di seluruh Eropa. Ciri-ciri yang diusung bangunannya: Warna-warna terang dan kuat digantikan oleh warna-warna pastel. Permainan cahaya difus melingkupi interior bangunan. Permukaan yang kasar digantikan oleh yang lebih halus dengan penekanan hanya pada titik-titik tertentu. Struktur dari bangunan diringankan, untuk memberi kesempatan interior lebih berbicara. Memainkan imajinasi pengguna bangunan melalui detail-detail yang halus namun rumit. Masuknya unsur-unsur detail dari dunia timur, khususnya Cina dan Arab. Ciri lengkung, kurva, asimetri. Patung dekoratif serta lukisan yang menyatu dengan struktur.

Arsitek rokoko pada umumnya melakukan pendekatan desain untuk membuat ruang menjadi lebih menyatu. Menekankan pada penyelesaian struktur dan membuat skema-skema bagi dekorasi bangunan. Juga menarik untuk dilihat bahwa arsitek umumnya menaikkan tinggi plafon dari bagian bangunan yang tadinya dianggap kalah hierarki, seperti lorong (aisle) dan menyamakannya dengan ketinggian plafon bangunan inti (nave) untuk menciptakan kesatuan ruang dari dinding ke dinding. Kolom-kolom struktur dengan teknologi yang ada direduksi hingga ukuran seminimal mungkin, agar tidak mengganggu kesan bangunan.

Tokoh
Tokoh arsitektur Rococo adalah seniman Italian-Swiss seperti Bagutti dan Artari sedangkan arsitek James Gibbs, dan saudara kali-lakinya Franchini bekerja di Irlandia sebagai arsitek dekorasi rumah gaya rokoko. Gaya rokoko ini biasa ditemukan juga di Versailles, dan gaya ini membentang di sepanjang paris terutama Hôtel Soubise. Di Negara Jerman, Perancis dan seniman Jerman ( Cuvilliés, Neumann, Knobelsdorff, dll.) juga mendembangkan gaya rokoko. Beberapa tempat berkembangnya gaya rokoko adalah Amalienburg dekat Munich, dan perbentengan Würzburg, Potsdam, Charlottenburg, Brühl, Bruchsal, Kesunyian ( Stuttgart), dan Schönbrunn.


Bangunan Masa Barock dan Rococo

[1] San Carlo alle Quattro Fontane, Roma.

Dibangun pada tahun 1633, merupakan rancangan Francesco Borromini (1599 – 1667).

[2] San Ivo della Sapienza, Roma.

Perancangnya adalah Borromini dan dibangun pada tahun 1642.

[3] Santo Andre al Quirinale.

Didirikan oleh Gianlorenzo Bernini.

[4] Santo Agnese in Piazza Navona.

Dibangun oleh Carlo Rainaldi pada tahun 1611 - 1691.

[5] Spanish Step, Roma.

Arsiteknya adalah Allesandro Specchi dan Francesco de Sanctia.

[6] S. Maria della Salute, Vinece.

Dibangun oleh Baldassare Longhena.



Sumber:

http://www.arsiteka.com/2008/11/arsitektur-baroque-rococo.html

http://myhimee.wordpress.com/category/uncategorized/

http://repository.unikom.ac.id/repo/sector/kuliah/view/materi/key/217/.pdf

http://rurucoret.blogspot.com/2009/01/arsitektur-rokoko.html