Rabu, 19 Mei 2010

KEPADATAN

Berikut definisi kepadatan menurut beberapa ahli :
- Kepadatan menurut Sundstrom (dalam Wrightsman & Deaux, 1981), yaitu sejumlah manusia dalam setiap unit ruangan.
- Sejumlah individu yang berada di suatu ruang atau wilayah tertentu dan lebih bersifat fisik (Holahan, 1982; Heimstra dan McFaring, 1978; Stokols dalam Schmidt dan Keating, 1978).
- Suatu keadaan akan dikatakan semakin padat bila jumlah manusia pada suatu batas ruang tertentu semakin banyak dibandingkan dengan luas ruangannya (Sarwono, 1992).

Penelitian tentang kepadatan manusia berawal dari penelitian terhadap hewan yang dilakukan oleh John Calhoun. Penelitian Calhoun (dalam Worche dan Cooper, 1983) bertujuan untuk mengetahui dampak negatif kepadatan dengan menggunakan hewan percobaan tikus. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perilaku kanibal pada hewan tikus seiring dengan bertambahnya jumlah tikus. Pertumbuhan populasi yang tak terkendali, memberikan dampak negatif terhadap tikus – tikus tersebut. Terjadi penurunan fisik pada ginjal, otak, hati, dan jaringan kelenjar, serta penyimpangan perilaku seperti hiperaktif, homoseksual, dan kanibal. Akibat keseluruhan dampak negatif tersebut menyebabkan penurunan kesehatan dan fertilitas, sakit, mati, dan penurunan populasi.

Penelitian terhadap manusia pernah dilakukan oleh Bell (dalam Setiadi, 1991) mencoba memerinci: bagaimana manusia merasakan dan bereaksi terhadap kepadatan yang terjadi; bagaimana dampaknya terhadap tingkah laku sosial; dan bagaimana dampaknya terhadap task performance (kinerja tugas)? Hasilnya memperlihatkan ternyata banyak hal-hal yang negatif akibat dari kepadatan, diantaranya :
- Pertama, ketidaknyamanan dan kecemasan, peningkatan denyut jantung dan tekanan darah, hingga terjadi penurunan kesehatan atau peningkatan pada kelompok manusia tertentu.
- Kedua, peningkatan agresivitas pada anak – anak dan orang dewasa (mengikuti kurva linear) atau menjadi sangat menurun (berdiam diri/murung) bila kepadatan tinggi sekali (high spatial density). Juga kehilangan minat berkomunikasi, kerjasama, dan tolong-menolong sesama anggota kelompok.
- Ketiga, terjadi penurunan ketekunan dalam pemecahan persoalan atau pekerjaan. Juga penurunan hasil kerja terutama pada pekerjaan yang menuntut hasil kerja yang kompleks.

Dalam penelitian tersebut diketahui pula bahwa dampak negatif kepadatan lebih berpengaruh terhadap pria atau dapat dikatakan bahwa pria lebih memiliki perasaan negatif pada kepadatan tinggi bila dibandingkan wanita. Pria juga bereaksi lebih negatif terhadap anggota kelompok, baik pada kepadatan tinggi ataupun rendah dan wanita justru lebih menyukai anggota kelompoknya pada kepadatan tinggi.

Pembicaraan tentang kepadatan tidak terlepas dari masalah kesesakan. Kesesakan atau crowding merupakan persepsi individu terhadap keterbatasan ruang, sehingga lebih bersifat psikis (Gifford, 1978; Schmidt dan Keating, 1979; Stokois dalam Holahan, 1982). Kesesakan terjadi bila mekanisme privasi individu gagal berfungsi dengan baik karena individu atau kelompok terlalu banyak berinteraksi dengan yang lain tanpa diinginkan individu tersebut (Altman, 1975).

Baum dan Paulus (1987) menerangkan bahwa proses kepadatan dapat dirasakan sebagai kesesakan atau tidak dapat ditentukan oleh penilaian individu berdasarkan empat fakktor, yaitu:
a. Karakteristik seting fisik.
b. Karakteristik seting sosial.
c. Karakteristik personal.
d. Kemampuan beradaptasi.

Keempat faktor ditambah dengan kepadatan tersebut dapat dirangkum pada skema berikut:


Gambar 1.3. Diagram Proses Kepadatan Menjadi Kesesakan
Sumber: Baum dan Paulus (1987)

Berdasarkan skema tersebut, dapat disimpulkan bahwa hubungan antara kepadatan dan kesesakan bukanlah suatu hubungan sebab – akibat, melainkan kepadatan merupakan salah satu syarat terjadinya kesesakan.

Kategori Kepadatan
- Menurut Altman (1975), variasi indikator kepadatan berhubungan dengan tingkah laku sosial. Variasi indikator kepadatan itu meliputi :
a. jumlah individu dalam sebuah kota
b. jumlah individu pada daerah sensus
c. jumlah individu pada unit tempat tinggal
d. jumlah ruangan pada unit tempat tinggal
e. jumlah bangunan pada lingkungan sekitar dan lain – lain.
- Jain (1987) berpendapat bahwa tingkat kepadatan penduduk akan dipengaruhi oleh unsur – unsur, yaitu :
a. jumlah individu pada setiap ruang
b. jumlah ruang pada setiap unit rumah tinggal
c. jumlah unit rumah tinggal pada setiap struktur hunian
d. jumlah struktur hunian pada setiap wilayah pemukiman.

Kepadatan dapat dibedakan ke dalam beberapa kategori. Holahan (1982) menggolongkan kepadatan ke dalam dua kategori, yaitu :
- kepadatan spasial (spatial density), terjadi bila besar atau luas ruangan diubah menjadi lebih kecil atau sempit sedangkan jumlah individu tetap
- kepadatan sosial (social density), terjadi bila jumlah individu ditambah tanpa diiringi dengan penambahan besar atau luas ruangan sehingga didapatkan kepadatan meningkat sejalan dengan bertambahnya individu.
Altman (1975) membagi kepadatan menjadi :
- kepadatan dalam (inside density), yaitu sejumlah individu yang berada dalam suatu ruang atau tempat tinggal seperti kepadatan di dalam rumah, kamar;
- kepadatan luar (outside density), yaitu sejumlah individu yang berada pada suatu wilayah tertentu, seperti jumlah penduduk yang bermukim di suatu wilayah pemukiman.
Zlutnick dan Altman (dalam Altman, 1975: Holahan, 1982) menggambarkan sebuah model dua dimensi untuk menunjukkan beberapa macam tipe lingkungan pemukiman, yaitu:
(1) Lingkungan pinggiran kota, yang ditandai dengan tingkat kepadatan luar dan kepadatan dalam yang rendah;
(2) Wilayah desa miskin di mana kepadatan dalam tinggi sedangkan kepadatan luar rendah; dan
(3) Lingkungan Mewah Perkotaan, di mana kepadatan dalam rendah sedangkan kepadatan luar tinggi;
(4) Perkampungan Kota yang ditandai dengan tingkat kepadatan luar dan kepadatan dalam yang tinggi.


Gambar 2.3. Profil Kepadatan Menurut Zlutnik dan Altman
Sumber: Altman (1975)

Akibat Kepadatan Tinggi
Menurut Heimstra dan Mc Farling (1978) kepadatan memberikan akibat bagi manusia baik secara fisik, sosial maupun psikis. Akibat secara fisik yaitu reaksi fisik yang dirasakan individu seperti peningkatan detak jantung, tekanan darah, dan penyakit fisik lain (Heimstra dan McFarling, 1978).
Akibat secara sosial antara lain adanya masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat seperti meningkatnya kriminalitas dan kenakalan remaja (Heimstra dan McFarling, 1978; Gifford, 1987).
Akibat secara psikis antara lain: stres, menarik diri, perilaku menolong (perilaku prososial), kemampuan mengerjakan tugas, perilaku agresi.

KESESAKAN

Beberapa definisi kesesakan menurut beberapa ahli :
- Menurut Altman (1975), kesesakan adalah suatu proses interpersonal pada suatu tingkatan interaksi manusia satu dengan lainnya dalam suatu pasangan atau kelompok kecil. Perbedaan pengertian antara crowding (kesesakan) dengan density (kepadatan) tidaklah jelas benar, bahkan kadang – kadang keduanya memiliki pengertian yang sama dalam merefleksikan pemikian secara fisik dari sejumlah manusia dalam suatu ksatuan ruang.
- Stokols (dalam Altman, 1975) membedakan antara kesesakan bukan sosial (nonsocial crowding), yaitu dimana factor – factor fisik menghasilkan perasaan terhadap ruang yang tidak sebanding, seperti sebuah ruang yang sempit, dan kesesakan sosial (social crowding) yaitu perasaan sesak mula-mula datang dari kehadiran orang lain yang terlalu banyak. Stokols juga menambahkan perbedaan antara kesesakan molekuler (molecular crowding), yaitu perasaan sesak yang menganalisa mengenai individu, kelompok kecil dan kejadian-kejadian interpersonal dan kesesakan molar (molar crowding), yaitu perasaan sesak yang dapat dihubungkan dengan skala luas, populasi penduduk kota.
- Morris (dalam Iskandar, 1990) memberi pengertian kesesakan sebagai defisit suatu ruangan. Hal ini berarti bahwa dengan adanya sejumlah orang dalam suatu hunian rumah, maka ukuran per meter persegi setiap orangnya menjadi kecil, sehingga dirasakan adanya kekurangan ruang. Dalam suatu unit hunian, kepadatan ruang harus diperhitungkan dengan mebel dan peralatan yang diperlukan untuk suatu aktivitas. Oleh karenanya untuk setiap ruang akan memerlukan suatu ukuran standar ruang yang berbeda, karena fungsi dari ruang itu berbeda.
- Rapoport (dalam Stokols dan Altman, 1987) mengatakan, kesesakan adalah suatu evaluasi subjektif dimana besarnya ruang dirasa tidak mencukupi, sebagai kelanjutan dari persepsi langsung terhadap ruang yang tersedia.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah pada dasarnya batasan kesesakan melibatkan persepsi seseorang terhadap keadaan ruang yang dikaitkan dengan kehadiran sejumlah manusia, dimana ruang yang tersedia dirasa terbatas atau jumlah manusianya yang dirasa terbatas atau jumlah manusianya yang dirasa terlalu banyak.

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kesesakan
Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi kesesakan yaitu: personal, sosial, dan fisik, yang akan dibahas satu persatu.
Faktor Personal. Faktor personal terdiri dari :
a) Kontrol pribadi dan locus of control
b) Budaya, pengalaman, dan proses adaptasi
Faktor Sosial. Faktor sosial yang berpengaruh adalah:
a) Kehadiran dan perilaku orang lain
b) Formasi koalisi
c) Kualitas hubungan
d) Informasi yang tersedia
Faktor Fisik. Gove dan Hughes (1983) menemukan bahwa kesesakan di dalam rumah berhubungan dengan faktor – faktor fisik yang berhubungan dengan kondisi rumah seperti jenis rumah, urutan lantai, ukuran rumah (perbandingan jumlah penghuni dan luas ruangan yang tersedia) dan suasana sekitar rumah. Jenis rumah di sini dibedakan atas unit hunian tunggal, kompleks perubahan dan rumah susun. Menurut beberapa penelitian didapati bahwa kesesakan yang paling tinggi ada pada rumah susun, kemudian pada kompleks perumahan dan baru setelah rumah tunggal (unit hunian tunggal).
Altman (1975), Bell dan kawan-kawan (1978), Gove dan Hughes (1983) menambahkan adanya faktor situasional sekitar rumah sebagai faktor yang juga mempengaruhi kesesakan. Stressor yang menyertai faktor situasional tersebut seperti suara gaduh, panas, polusi, sifat lingkungan, tipe suasana, dan karakteristik seting (tipe rumah, tingkat kepadatan). Faktor situasional tersebut antara lain:
a) Besarnya skala lingkungan
b) Variasi arsitektural

Pengaruh Kesesakan Terhadap Perilaku Menurut Beberapa Ahli
- Aktivitas seseorang akan terganggu oleh aktivitas orang lain
- Interaksi interpersonal yang tidak diinginkan akan mengganggu individu dalam mencapai tujuan personalnya
- Gangguan terhadap norma tempat dapat meningkatkan gejolak dan ketidaknyamanan (Epstein, 1982) serta disorganisasi keluarga, agresi, penarikan diri secara psikologi (psychological withdrawal)
- Menurunnya kualitas hidup (Freedman, 1973).
- Penurunan – penurunan psikologis, fisiologis, dan hubungan sosial individu. Pengaruh psikologis yang ditimbulkan oleh kesesakan antara lain adalah perasaan kurang nyaman, stres, kecemasan, suasana hati yang kurang baik, prestasi kerja dan prestasi belajar menurun, agresivitas meningkat, dan bahkan juga gangguan mental yang serius.
- Malfungsi fisiologis seperti meningkatnya tekanan darah dan detak jantung, gejala – gejala psikosomatik, dan penyakit – penyakit fisik yang serius (Worchel dan Cooper, 1983).
- Kenakalan remaja, menurunnya sikap gotong-royong dan saling membantu, penarikan diri dari lingkungan sosial, berkembangnya sikap acuh tak acuh, dan semakin berkurangnya intensitas hubungan sosial (Holahan, 1982)
- Fisher dan Byrne (dalam Watson dkk., 1984) menemukan bahwa kesesakan dapat mengakibatkan menurunnya kemampuan menyelesaikan tugas yang kompleks, menurunkan perilaku sosial, ketidaknyamanan dan berpengaruh negatif terhadap kesehatan dan menaikkan gejolak fisik seperti naiknya tekanan darah (Evans, 1979).

Dari sekian banyak akibat negatif kesesakan pada perilaku manusia, Brigham (1991) mencoba menerangkan dan menjelaskannya menjadi :
(1) pelanggaran terhadap ruang pribadi dan atribusi seseorang yang menekan perasaan yang disebabkan oleh kehadiran orang lain;
(2) keterbatasan perilaku, pelanggaran privasi dan terganggunya kebebasan memilih;
(3) kontrol pribadi yang kurang
(4) stimulus yang berlebihan.
Freedman (1975) memandang kesesakan sebagai suatu keadaan yang dapat bersifat positif maupun negatif tergantung dari situasinya. Jadi kesesakan dapat dirasakan sebagai suatu pengalaman yang kadang-kadang menyenangkan dan kadang-kadang tidak menyenangkan.
Walaupun pada umumnya kesesakan berakibat negatif pada perilaku seseorang, tetapi menurut Altman (1975) dan Watson dkk. (1984), kesesakan kadang memberikan kepuasan dari kesenangan. Hal ini tergantung pada tingkat privasi yang diinginkan, waktu dan situasi tertentu, serta setting kejadian. Situasi yang memberikan kepuasan dan kesenangan bisa kita temukan, misalnya pada waktu melihat pertunjukan musik, pertandingan olahraga atau menghadiri reuni atau resepsi.