Selasa, 04 Oktober 2011

Warna-Warni Batik di Stasiun

Warna-warni batik. Hmm...sepertinya dapat ditemui di hari-hari tertentu, seperti hari Kamis dan Jum'at.

Sepertinya, makin marak saja penggunaan batik sejak penetapannya sebagai salah satu warisan budaya atau world heritage oleh UNESCO.

Banyak instansi yang mewajibkan karyawannya menggunakan batik, yang mungkin hampir sebagian besarnya terlihat seragam dengan ragam batik yang berbeda di hari Jum'at. Mungkin beberapa ada yang menggunakannya di hari Kamis, misalnya saja sekolah.

Seperti hari ini. Aku, setelah melalui hari kuliahku yang dalam proses pembuatan Tugas Akhir, duduk di bangku peron stasiun, menunggu kereta.

Kupandangi sekitarku, dari ujung utara stasiun sampai ujung selatan stasiun. Kuamati yang bisa dan ingin kuamati, sesuatu yang menarik tertangkap mata.

Mbak-mbak bergosip, ibu-ibu dan bapak-bapak pulang dari kerjanya, anak-anak kecil yang berlari berkejaran, mbak-mbak pulang kuliah, pemulung yang mencari botol kosong untuk dimasukkan ke karungnya, mas-mas dengan headset terpasang di telinganya, dan bermacam aktivitas lainnya. Beragam kegiatan dilakukan untuk membunuh waktu menunggu kereta yang kian mendekat, termasuk aku dengan kegiatan mengamatiku atau orang lain yang hanya diam dan duduk menunggu dengan sabar.

Waktu yang terus berjalan, menandakan hari bertambah malam. Peron stasiun pun berangsur ramai, ditambah dengan jarak yang cukup lama antara kereta yang berangkat 2 menit sebelum aku sampai dengan kereta yang kutunggu.

Hmmm...sepertinya kondisi kereta tidak akan selonggar perkiraanku sebelum menginjakkan kaki di stasiun. Terlebih kereta yang kutunggu adalah kereta bersubsidi (baca: ekonomi).

Tapi, hei!! Ada yang aku lewatkan!

Baru kusadari, dari orang-orang yang berseliweran di depanku, banyak yang menggunakan batik! Ku ingat hari, dan baru kusadari itu hari Jum'at. Yap, hari batik!

Pengeras suara berbunyi, mengumumkan kereta yang akan memasuki stasiun, berikut kereta-kereta di belakangnya. Kereta ekonomi akan masuk terlebih dahulu.

Tak lama kereta pun melintas pelan didepanku. Kuperhatikan pintu-pintu yang berjejalan manusia, mewakili keadaan didalamnya. Tak berbeda dengan keadaan di atap kereta.

Kupandangi kereta dari tempat ku duduk, hanya memandang, namun tak beranjak. Sudah kuputuskan aku tidak menaiki kereta ini.

Kuperhatikan orang-orang yang bersiap naik dan bersiap turun. Kereta berhenti, kerumunan orang di tiap pintu kereta berhamburan, bersaing untuk turun terlebih dahulu, sebelum kembali didorong dari orang yang akan masuk.

Huuuff...kuperhatikan dan dapat kubayangkan rasanya.

Dengan waktu berhenti yang singkat, kereta pun melanjutkan perjalanannya kembali menuju stasiun beikutnya. Dengan awal yang pelan namun pasti dengan penambahan kecepatan, meninggalkan kilasan dari kilau-kilau peluh yang terpantul lampu dari wajah-wajah penumpang.

Peron stasiun tempatku menunggu pun mendadak ramai, dengan lalu-lalang orang-orang yang baru turun dari kereta yang didominasi pekerja. Kuperhatikan, satu, dua, tiga, dan banyak orang lainnya menggunakan batik. Kupandangi diriku sendiri, yang tidak menggunakan batik.

Pengeras suara kembali berbunyi menandakan ada kereta yang akan memasuki stasiun kembali. Hanya berbeda rentang sekitar 5 menit dengan kereta sebelumnya.

Kilauan cahaya lampu sorot terlihat dari arah utara stasiun, membelah gelap malam. Tidak seperti kereta sebelumnya yang penuh dari atap sampai dalam-dalamnya. Kereta yang mengakhiri perjalanannya di stasiun Depok ini terlihat lebih ramah, walaupun sarat penumpang itu pasti.

Kecepatan kereta pun mulai berkurang, yang membuatku kembali memperhatikan bagian dalam kereta, pintu, dan jendelanya. Padat, dengan beberapa pintu otomatis di beberapa gerbong yang sengaja ditahan untuk tetap terbuka karena banyaknya penumpang, beberapa jendela terbuka untuk menambah aliran dan pasokan udara. Namun terlihat jelas kereta Commuter Line ini lebih menjanjikan kenyamanan dengan fasilitas AC dan kipas anginnya, serta gerbong wanitanya yang tulisan penandanya tercetak jelas di badan gerbong ditemani dengan gambar wanita dan corak bunga mirip batik.

Hei, lagi-lagi batik!

Pintu-pintu otomatis yang sebelumnya tertutup pun mendadak terbuka saat kereta berhenti. Penumpang yang baru turun pun menambah keramaian peron stasiun yang belum lama mengalamai keriuhan yang hampir sama.

Batik, batik, batik, batik, dan lagi-lagi batik. Dengan warna dan coraknya yang berbagai macam.

Coklat, hijau, merah, kuning, biru, abu-abu, ungu, berbagai macam warna batik dengan berbagai corak dan model, melintas didepanku. Seperti fashion show dadakan.

Burung, bunga, daun, gunung, dan lainnya mewarnai corak dari bahan-bahan batik yang menempel pada badan penumpang yang baru turun dari kereta. Tanpa tahu corak tersebut bermaksud apa, berasal dari mana, dan bagaimana cara membuatnya. Semua dipakai berdasarkan selera masing-masing.

Bapak-bapak, ibu-ibu, mas-mas, mbak-mbak, tua, muda, semua menggunakan batik, tanpa mempermasalahkan umur. Sudah menjadi hal yang lumrah, tanpa perlu merasa aneh melihat orang menggunakan batik.

Ternyata, tidak hanya saat 'kondangan' kita bisa ber-fashion show ria dengan batik dan mewarnai pesta. Stasiun pun bisa berubah sekejap dengan warna-warni batik, yang membuktikan banyak orang yang masih menghargai warisan budaya batik ini, tanpa malu menggunakan batik, walau hanya untuk satu hari.

Be proud with Batik!

:)

2 komentar:

  1. pas kemarin hari batik
    dunia seakan dipenuhi batik
    :D tempatku di solo
    lagi megah2han batikan semua

    kalo bisa aku mau punya sepatu batik

    BalasHapus
  2. Saya juga mau punya sepatu batik :)
    koleksi batik juga mau kalo dananya ada, hehehe

    Terima kasih, kunjungannya :D

    BalasHapus