Minggu, 11 April 2010

TERITORIAL MANUSIA

Teritorialitas merupakan suatu perwujudan “ego” sesorang yang dikarenakan orang tersebut tidak ingin diganggu, atau dapat juga dikatakan sebagai suatu perwujudan dari privasi seseorang.


Indikator dari teritorial manusia itu sendiri dapat dengan mudah kita temukan di lingkungan sekitar kita, contohnya saja seperti pagar batas, papan nama, ataupun papan pengumuman yang mencantumkan kepemilikan suatu lahan.

Julian Edney (1974) mendefinisikan teritorialitas sebagai sesuatu yang berkaitan dengan ruang fisik, tanda, kepemilikan, pertahanan, penggunaan yang eklusif, personalisasi, dan identitas. Termasuk di dalamnya dominasi, kontrol, konflik, keamanan, gugatan akan sesuatu, dan pertahanan.

Teritori sendiri memiliki pengertian wilayah atau daerah, dan teritorialitas adalah wilayah yang dianggap sudah menjadi hak seseorang. Misalnya, kamar tidur seseorang adalah wilayah yang sudah menjadi hak seseorang. Meskipun yang bersangkutan (pemiliknya) tidak sedang tidur di sana dan ada orang yang memasuki kamar tersebut tanpa izinnya, maka ia (si pemilik) akan merasa tersinggung karaena daerah teritorialitasnya sudah dilanggar dan ia akan marah.

Contoh lainnya misalnya saja pada bangku – bangku di kantin. Walaupun secara umum, kantin merupakan daerah publik – service, namun apabila ada orang yang sedang menempati salah satu bangku kantin tersebut, kemudian orang tersebut ingin pergi untuk memesan makanan ataupun untuk ke toilet, dan ia meninggalkan sesuatu seperti tas atau buku di atas meja / bangku kantin tersebut, orang lain yang melihat tempat tersebut dalam kondisi seperti itu diharapkan tahu bahwa bangku tersebut sudah menjadi teritori orang yang meletakkan barang – barangnya (buku / tas) tadi, sehingga orang lain tidak menduduki tempat tersebut tadi.

Dari contoh tersebut di atas, teritorialitas dapat juga diartikan sebagai suatu pola tingkah laku yang ada hubungannya dengan kepemilikan atau hak seseorang atau sekelompok orang atas suatu tempat atau suatu lokasi geografis.

Fisher mengatakan bahwa kepemilikan atau hak dalam teritorialitas ditentukan oleh persepsi orang yang bersangkutan sendiri. Persepsi ini bisa dalam bentuk aktual, yaitu memang pada kenyataannya memang benar ia (pemiliknya) yang memiliki, seperti kamar tidur, tetapi bisa juga hanya berupa kehendak untuk menguasai atau mengontrol suatu tempat, seperti meja makan di kantin.

Permasalahannya di sini adalah aktualisasi persepsi itu sendiri bisa menjadi sangat subjektif. Misalnya, jika seorang penghuni liar di perkampungan kumuh di sebuah kota besar diharuskan meninggalkan gubuknya, ia akan menolak karena ia merasa gubuk itu sudah menjadi teritorinya. Ia merasa sudah menguasai tempat itu bertahun – tahun tanpa ada yang mengusiknya.

Jadi, dapat dikatakan bahwa teritorialitas merupakan suatu pola tingkah laku yang berhubungan dengan kepemilikan atau hak seseorang, yang ditentukan oleh persepsi dari masing – masing orang, dimana persepsi tersebut dapat bersifat objektif ataupun subjektif, dimana si pemilik (secara legal atau tidak) akan merasa tersinggung jika daerah yang sudah dianggap miliknya tersebut diganggu.

KLASIFIKASI TERITORIALITAS

Ada berbagai macam teritori, ada yang besar, ada yang kecil, ada pula yang terdapat di dalam teritori lainnya atau saling berbagi satu sama lain. Dengan mengenal klasifikasi teritori merupakan salah satu cara untuk mengerti bagaimana suatu teritori seperti tersebut di atas dapat terjadi.

Tingkah laku teritorialitas manusia mempunyai dasar yang agak berbeda dengan binatang karena teritorialitas manusia berintikan pada privasi. Teritorialitas manusia memiliki fungsi yang lebih tinggi daripada sekedar fungsi mempertahankan hidup (seperti yang terdapat pada teritorialitas hewan). Pada manusia, teritorialitas tidak hanya berfungsi sebagai perwujudan privasi saja, tetapi lebih jauh lagi teritorialitas juga mempunyai fungsi sosial dan komunikasi.

Pengklasifikasian teritori yang terkenal adalah klasifikasi yang dibuat oleh Altman (1980) yang didasarkan pada derajat privasi, afiliasi, dan kemungkinan pencapaian.

  1. Teritori Primer

Yaitu tempat – tempat yang sangat pribadi sifatnya, hanya boleh dimasuki oleh orang – orang yang sudah sangat akrab atau yang sudah mendapat izin khusus. Teritori ini dimiliki oleh perseorangan atau sekelompok orang yang juga mengendalikan penggunaan teritori tersebut secara relatif tetap, berkenaan dengan kehidupan sehari – hari ketika keterlibatan psikologis penghuninya sangat tinggi. Misalnya ruang tidur atau ruang kantor.

  1. Teritori Sekunder

Yaitu tempat – tempat yang dimiliki bersama oleh sejumlah orang yang sudah cukup saling mengenal. Kendali pada teritori ini inti tidaklah sepenting teritori primer dan kadang berganti pemakai, atau berbagi penggunaan dengan orang asing. Misalnya ruag kelas, kantin kampus, dan ruang latihan olah raga.

  1. Teritori Publik

Yaitu tempat – tempat yang terbuka untuk umum. Pada prinsipnya, setiap orang diperkenankan untuk berada di tempat tersebut. Misalnya pusat perbelanjaan, tempat rekreasi, lobi hotel, dan ruang sidang pengadilan yang dinyatakan terbuka untuk umum.

Terkadang teritori publik dikuasai oleh kelompok tertentu dan tertutup bagi kelompok lain, seperti bar yang hanya untuk orang dewasa atau tempat – tempat hiburan yang terbuka untuk dewasa umum, kecuali anggota ABRI, misalnya.

Selain pengklasifikasian tersebut, Altman (1975) juga mengemukakan dua tipe teritori lainnya, yaitu objek dan ide. Selain itu, Lyman dan Scott (1967) juga membuat klasifikasi tipe teritorialitas yang sebanding dengan Altman, yaitu teritori interaksi (interaractional territories) dan teritori badan (body territory).

Teritori interaksi ditujukan pada daerah yang secara temporer dikendalikan oleh sekelompok orang yang berinteraksi. Misalnya, sebuah tempat perkemahan yang sedang dipakai oleh sekelompok remaja untuk kegiatan perkemahan, dll. Apabila terjadi intervensi ke dalam daerah ini, tentunya akan dianggap sebagai gangguan.

Untuk teritori badan dibatasi oleh badan manusia. Namun, berbeda dengan ruang personal karena batasannya bukanlah ruang maya, melainkan kulit manusia, artinya segala sesuatu yang mengenai kulit manusia tanpa izin akan dianggap sebagai gangguan, sehingga orang akan mempertahankan diri terhadap gangguan tersebut.

BENTUK PELANGGARAN DAN PERTAHANAN TERITORI

Bentuk – bentuk pelanggaran teritori yang dapat diindikasikan diantaranya, yaitu :

- Invasi

- Kekerasan

- Kontaminasi

Pertahanan yang dapat dilakukan pemilik teritori diantaranya, yaitu :

- Pencegahan, seperti memberi lapisan pelidung, memberi rambu – rambu, atau pagar batas sebagai antisipasi sebelum terjadi pelanggaran.

- Reaksi sebagai respons terjadinya pelanggaran, seperti langsung menghadapi si pelanggar.

- Batas sosial. Digunakan pada tepi teritori interaksional.

PENGARUH PADA TERITORIALITAS

Beberapa faktor yang memperngaruhi keanekaan teritori, yaitu :

  1. Faktor Personal
  2. Situasi
  3. Faktor Budaya

TERITORIALITAS DAN PERILAKU

Teritorialitas berfungsi sebagai proses sentral dalam personalisasi , agresi, dominasi, memenangkan, koordinasi, dan kontrol.

  1. Personalisasi dan Penandaan

Seperti memberi nama, tanda, membuat pagar pembatas, memberi papan nama yang menunjukkan tanda kepemilikan atau dibuat dengan sengaja dengan maksud tertentu, seperti tulisan “DILARANG PARKIR DI DEPAN PINTU”.

  1. Agresi

Pertahanan dengan kekerasan yang dilakukan seseorang akan semakin keras bila pelanggaran terjadi di teritori primernya, misalnya pencurian terjadi di rumahnya. Pada tingkat yang lebih luas, misalnya teritori daerah atau negara. Agresi biasanya terjadi apabila batas teritori tidak jelas.

  1. Dominasi dan Kontrol

Umumnya lebih banyak terjadi pada teritori primer. Contohnya, mahasiswa lebih menganggap laboratorium sebagai teritori sekunder atau teritori publik, bukan teritori primernya, sehingga ia tidak terlalu mendominasi dan mengontrol. Misalnya saat pintu laboratorium yang seharusnya tertutup ddibandingkan pintu kamar tidurnya sendiri.

TERITORIALITAS DALAM ARSITEKTUR

Penerapan teritorialitas dalam desain arsitektur mengacu pada pola tingah laku manusia sehingga dapat mengurangi agresi, meningkatkan kontrol, dan membangkitkan rasa tertib dan aman.

Terdapat banyak cara dalam mengolah penggunaan elemen fisik untuk membuat demarkasi teritori. Semakin banyak sebuah desain mampu menyediakan teritori primer bagi penghuninya, desain itu akan semakin baik dalam memenuhi kebutuhan penggunanya.


Sumber : “Arsitektur dan Perilaku Manusia”, Joyce Marcella Laurens

Tidak ada komentar:

Posting Komentar